SISTEM PERTANIAN TROPIKA
Daerah tropis kering dicirikan oleh adanya perbedaan yang nyata antara musim penghujan dan kemarau. Di daerah semacam ini dibutuhkan sistem pertanaman yang menghasilkan pangan yang cukup dan bergizi, meskipun terjadi variasi curah hujan yang sangat tinggi dari tahun ke tahun dan musim kemarau yang panjang. Hasil pertanian yang tinggi tergantung pada pemanfaatan curah hujan selama musim hujan dan air yang tersimpan di dalam tanah selama musim kering.
Krisis ekonomi dan perubahan iklim di
Asia dan Pasifik telah membuktikan kelemahan-kelemahan tersebut, dan dampaknya
pada kegagalan panen yang pada akhirnya mempengaruhi perekonomian petani bahkan
perekonomian nasional. Curah hujan yang lebih rendah dari yang diperkirakan
berpengaruh terhadap penyiapan lahan dan gangguan pertumbuhan tanaman. Hal ini
menyebabkan penyempitan luas tanam dan produksi rendah. Krisis ekonomi
berdampak pada harga dan ketersediaan sarana produksi pertanian.
Penerapan sistem tumpang sari pada
bedeng permanen mengurangi ketergantungan petani terhadap berbagai masalah
seperti pendanaan dan iklim serta memperbaiki jumlah dan kualitas gizi pangan
yang dihasilkan.
1.
Sistem Perladangan Berpindah
Pada awalnya,
sistem perladangan berpindah terjadi saat pertama kali manusia mengenal bercocok
tanam. Manusia pada waktu itu belum mengenal pengelolaan lahan dan teknologi
yang digunakan karena tingkat pengetahuan yang masih rendah , sehingga sistem
perladangan ini disebut sistem asal tanam. Ladang Berpindah adalah
kegiatan pertanian yang dilakukan dengan cara berpindah-pindah tempat. Ladang
dibuat dengan cara membuka hutan atau semak belukar. Pohon atau semak yang
telah ditebang setelah kering kemudian dibakar. Setelah hujan tiba, ladang
kemudian ditanami dan ditunggu sampai panen tiba. Setelah ditanami 3 – 4 kali,
lahan kemudian ditinggalkan karena sudah tidak subur lagi.
Akibat yang
ditimbulkan dari sistem perladangan berpindah ini adalah menurunnya kesuburan
lahan dengan cepat karena belum mengenal pemupukan. Ketika lahan sudah tidak
produktif lagi, mereka pindah lalu membuka hutan baru atau kembali mengerjakan
lahan yang sudah lama ditinggal dan sudah pulih kesuburan tanahnya. Namun
dinegara lain, seperti Afrika, sistem pertanian berpindah ini bukan lagi
beronotasi negatif. Dengan teknologi yang terus diperbaiki, sistem ini
merupakan alternatif yang cocok untuk dikembangkan.
Praktek-praktek
ladang berpindah di seluruh dunia sangat beragam, namun pada dasarnya ada dua
sistem yang digunakan, yaitu :
v Sistem parsial, yaitu suatu sistem yang berkembang
khususnya di mana kepentingan ekonomi produsen tinggi, misalnya dalam bentuk
pertanian dengan tanaman dagang, transmigrasi maupun penempatan lahan secara
liar.
v Sistem integral, yang berasal dari cara hidup yang lebih
tradisional yang menjamin keberlangsungan hidup sepanjang tahun.
Prinsip Utama dalam sistem perladangan
berpindah adalah bahwa selama periode bera, nutrisi yang diambil oleh tumbuhan
atau vegetasi yang ada akan dikembalikan ke permukaan tanah berupa sisa tanaman
(sersah). Bahan organik yang tertimbun di permukaan tanah akan tersedia
(melalui proses dekomposisi) bagi tanaman berikutnya setelah vegetasi tersebut
ditebang atau dibakar.
Di Indonesia, sistem ladang berpindah
masih mendatangkan masalah besar karena di khawatirkan dapat mengganggu fungsi
lingkungan karena banyak hutan yang ditebang dan mengurani keanekaragaman
hayati serta meningkatnya emisi CO2 yang terkait dengan pemanasan
global. Selain itu, kegiatan tersebut sering menyebabkan bahaya erosi dan
banjir yang akan merusak lahan dan lingkungan. Oleh karena itu perlu dicari
upaya pemecahanya, yang anta lain mencakup :
ü Perencanaan yang lengkap dari pemerintah, yang meliputi
penetapan penggunaan lahan berdasarkan tingkat kesesuaian lahan dan permintan
pasar. Selain itu juga perlu dipersiapkan unit perngolahan hasil panen seperti
pabrik pengolahan kayu dan lain-lain.
ü Penyediaan lahan bagi setiap keluarga petani sekitar 8-10
Ha. Setiap tahun petani dibiarkan berladang pada lahan seluas 1,5 – 2,0 Ha,
sesuai kemampuan masing-masing petani. Tahu kedua petani membuka lahan lagi
seluas 1,5 -2,0 ha, dan bgitu seterusnya hingga 8 -10 ha tertanami secara
bertahap.
ü Penyediaan bibit tanaman, pupuk dan pestisida yang
berfungsi untuk meransang pertumbuhan dan pegendalian hama dan penyakit tanaman.
2.
Sistem Tadah Hujan Semi Intensif dan Intensif
Sistem bertanam adalah pola-pola tanam
yang digunakan petani dan interaksinya dengan sumber-sumber alam dan teknologi
yang tersedia. Sedangkan pola tanam adalah penyusunan cara dan saat tanam dari
jenis-jenis tanaman yang akan ditanam berikut waktu-waktu kosong (tidak ada
tanaman) pada sebidang lahan tertentu.
Pola tanam ini mencakup beberapa bentuk
sebagai berikut:
v Multiple Cropping (Sistem Tanam
Ganda)
Multiple cropping adalah sistem
penanaman lebih dari satu jenis tanaman pada sebidang tanah yang sama dalam
satu tahun. Sistem pertanian ganda ini sangat cocok bagi petani dengan lahan
sempit di daerah tropis, sehingga dapat memaksimalkan produksi dengan input
luar yang rendah sekaligus meminimalkan resiko dan melestarikan sumberdaya
alam.
Macam-macam bentuk dari multiple
cropping antara lain:
a)
Intercropping (Sistem Tumpang Sari)
Intercropping adalah sistem
penanaman secara serentak dua atau lebih jenis tanaman dalam barisan yang berselang-seling
pada sebidang tanah yang sama. Misalnya tumpangsari antara tanaman ubi kayu dan
jagung atau ubi kayu dengan kacang tanah. Sistem tumpangsari memberikan
beberapa manfaat bagi petani yakni antara lain mengurangi biaya pengolahan
lahan, mudah dalam menanggulangi hama, memudahkan proses pembersihan atau
penyiangan dan yang terakhir adalah meningkatkan hasil produksi atau panen.
b)
Mixed Cropping (Sistem Tanam Campuran)
Mixed cropping adalah sistem
penanaman dua atau lebih jenis tanaman secara serentak dan bercampur pada
sebidang lahan yang sama. Sistem ini jarang diterapkan karena sulit dalam
proses pemeliharaannya. Sistem tanam ini lebih banayak diterapkan dalam usaha
pengendalian hama dan penyakit. Cara penataan tanaman campuran dilakukan dengan
berbagi jenis tanamn secara bersamaan dan tidak teratur serta tidak terikat
pada waktu.
c)
Relay Cropping (Sistem Tanam Sisipan)
Relay cropping adalah sistem
penanaman suatu jenis tanaman kedalam pertanaman yang ada sebelum tanaman yang
ada tersebut dipanen. Sistem penanaman ini dalam istilah lain seperti sistem
tumpang sari dimana tidak semua jenis tanaman ditanam pada waktu yang sama.
Contoh khas dari sistem penanaman ini di Indonesia yaitu, padi gogo dan jagung
ditanam bersama-sama kemudian ubi kayu ditanam sebagai tanaman sela satu bulan
atau lebih sesudahnya.
Penataan pertanaman sela merupakan
penataan pertanaman dua atau lebih jenis tanaman yang berlainan dalam sifat,
umur dan sebagainya. Bentuk lain dari penataan pertanaman sela antara lain :
Ø Intercropping (Tumpang Sari), merupakan penataan
pertanaman dari dua jenis atau lebih tanaman yang umurnya tidak jauh berbeda.
Tanaman ditanam secara bersamaan dan di tempat yang sama. Misalnya, beberapa
baris jagung ditanami beberapa baris kacang tanah.
Ø Interplanting (Tanaman Sela), merupakan penataan dari
dua jenis tanaman musiman yang berbeda umurnya tetapi ditanam bersamaan dan
pada tempat yang sama. Bedanya dengan tumpang sari adalah umur tanamannya yang
sedikit jauh berbeda. Misalnya, tanaman kacang tanah dengan tanaman ubi kayu.
Ø Interculture (Tanaman Sela Budidaya), merupakan
penataan pertanaman dari jenis tanaman musiman yang ditanam diantara jenis
tanaman berumur panjang. Misalnya, padi gogo ditanam diantara karet.
Penerapan sistem tanam ganda memilki
banyak keuntungan dalam bidang pertanian, antara lain:
·
Mengurangi
erosi tanah atau mengurangi terjadinya kehilangan unsur hara pada tanah.
·
Memperbaiki
tata air pada tanah-tanah pertanian, termasuk meningkatkan pasokan (infiltrasi)
air ke dalam tanah sehingga cadangan air untuk pertumbuhan tanaman akan tetap
tersedia.
·
Menyuburkan dan
memperbaiki struktur tanah, karena pengolahan tanah tidak perlu dilakukan
berulang kali
·
Mempertinggi
daya guna tanah sehingga pendapatan petani akan meningkat.
·
Mampu menghemat
tenaga kerja
·
Menghindari
terjadinya pengangguran musiman karena tanah bisa ditanami secara terus
menerus.
·
Mengurangi
populasi hama dan penyakit tanaman
·
Memperkaya
kandungan unsur hara antara lain nitrogen dan bahan organik.
v Seguantial Cropping (Pergiliran
Tanaman)
Seguantial cropping adalah sistem
penanaman lebih dari satu jenis tanaman pada sebidang lahan dalam satu tahun,
dimana tanaman kedua ditanam setelah tanaman pertama dipanen. Demikian pula
bila ada tanaman ketiga, tanaman ini ditanam setelah tanaman kedua dipanen.
v Maximum Cropping (Siatem Tanam
Maksimum)
Maximum
cropping adalah pengusahaan lahan untuk mendapatkan hasil panen
yang setinggi-tingginya tanpa memperhatikan aspek ekonomisnya (biaya,
pendapatan atau keuntungan) dan apalagi aspek kelestarian produksinya dalam
jangka panjang.
Monoculture adalah sistem
penanaman satu jenis tanaman pada lahan dan periode waktu yang sama. Penataan
tanaman secara tunggal dilaksanakan di atas tanah dan dalam waktu tertentu
(sepanjang umur tanaman) hanya ditanam satu jenis tanaman. Setelah dilakukan
penanaman dengan satu tanaman, dan selanjutnya tanah tersebut ditanam kembali
dengan jenis tanaman yang sama atau jenis tanaman lain.
Ada beberapa
penataan pertanaman secara tunggal dalam variasi tanamannya sebagai berikut ;
a.
Bergiliran
secara berurutan
Cara ini
dilakukan pada musim hujan, yakni tanah sawah ditanami padi. Sedangkan pada
musim kemarau, tanah ditanami palawija dan ini tergantung pada keadaan tanah,
pengairan, iklim dan sebagainya.
b.
Bergiliran
secara urutan dan glebagan
Cara ini banyak
terdapat di daeah-daerah sawah tadah hujan. Untuk mengurangi resiko tidak
memperoleh hasil tanaman yang ditanamnya secara tunggal maupun bergiliran,
petani membagi tanah sawahnya menjadi dua bagian. Bagian pertama dikelola
sebagai sawah dengan pergiliran tanaman dan bagian kedua dikelola sebagai tanah
kering (tegalan) dan ditanami dengan tanaman yang cocok untuk tanah kering.
Di atas tegal
dilakukan pertanaman tunggal dan sistem tanaman bergilir berurutan. Setelah
beberapa tahn, bagian sawah dijadikan tanah kering dan bagian tanah kering dijadikan
tanah sawah kembali. Sistem seperti ini disebut dengan sistem glebagan.
c.
Bergiliran
secara berjajar atau paralel (tidak menganut sistem Glebagan)
Sistem ini
dilakukan dengan mengelola sebidang tanah sawah yang luas dengan cara pada
musim hujan seluruh sawah ditanami padi,tetapi pada musim kemarau ada bagian
yang terpaksa dikosongkan karena tidak memeperoleh cukup air, dan bagian yang
kosong tersebut kemudian ditanami palawija dan lain-lain. Dalam usaha tersebut
sepertinya terdapat penataan pertanaman jajaran dari berbagai penataan
pertanaman bergiliran berurutan.
3.
Sistem Irigasi
Irigasi adalah
pemberian air kepada tanah di mana tanaman tumbuh sehingga tanaman tidak
mengalami kekurangan air selama hidupnya. Pengairan merupakan salah satu faktor
penting dalam usaha penigkatan produksi pertanian melalui pancausahatani. Air
adalah syarat mutlak bagi kehidupan dan pertumbuhan tanaman. Air dapat berasal
dari air hujan dan pengairan yang diatur oleh manusia. Kedua hal tersebut harus
disesuaikan agar tanaman benar-benar mendapatkan air yang cukup, tidak kurang
dan tidak pula berlebih. Pengairan ini meliputi pengaturan kebutuhan air bagi
tanaman berarti juga termasuk dreanase.
Tujuan dari
iragasi yang utama adalah untuk memenuhi kebutuhan tanaman akan air bagi
keperluan pertumbuhan. Manfaat lain tersedianya air irigasi adalah :
a.
Mempermudah
untuk pengolahan tanah
b.
Membantu
mengatur suhu tanah dan tanaman
c.
Membatu proses
pemupukan agar dapat terserap oleh tanaman secara maksimal
d.
Mencegah
tumbuhnya tanaman pengganggu
Namun demikian, kebutuhan tanaman akan
air harus diperhatikan secara bersama-sama. Jumlah kebutuhan air untuk irigasi
dalam pertanian umumnya dipengaruhi oleh beberapa faktor berikut :
Ø Jenis dan sifat tanah, sifat tersebut termasuk tekstur
tanah, permeabelitas yang akan mempengaruhi besarnya perkolasi atau hilangnya
air ke bagian tanah yang lebih dalam.
Ø Macam dan jenis tanaman, ini menunjukkan kebutuhan air
yang berbeda sesuai dengan perbedaan sifat tanaman dan cara-cara bercocok
tanam.
Ø Keadaan iklim, khususnya curah hujan dan penyinaran
matahari disamping keadaan musin disepanjang tahun.
Ø Faktor tofografi berpengaruh terhadap jumlah, terutama
dari segi jumlah kehilangan air melaliu perembesan, kebocoran, dan aliran
permukaan.
Ø Luas lahan berpengaruh terhadap kebutuhan air untuk
setiap satuan luas sesuai dengan hasil pengamatan.
Air yang diperlukan tanaman hampir
seluruhnya berasal dari tanah melalui proses penyerapan oleh akar. Kelebihan
atau kekurangan air yang tersedia akan mengakibatkan terganggunya pertumbuhan
pada tanman. Kelebihan air pada lahan kering terjadi apabila sebagian
besar atau seluruh pori tanah terisi oleh air sehingga di dalam tanah
kekuranagan udara atau zat asam yang diperlukan untuk respirasi akar. Respirasi
yang tidak baik akan mengakibatkan akar tanaman tidak berfungsi secara baik,
sehingga berkurangnya penyerapan air meskipun jumlah air yang tersedia cukup
banyak.
Kekurangan ketersediaan air dalam tanah
akan mengakibatkan tanaman tumbuh kerdil dan layu. Hal ini terjadi karena
proses yang terjadi dalam tubuh tumbuhan tidak berlajan denagan baik. Pada
tanah yang sering mengalami kelebihan air, upaya yang dilakukan adalah membuat
saluran air selama musim hujan. Sedangkan pada tanah yang kekurangan air dibuat
saluran irigasi untuk pengairan pada musim kemarau.
Cara pemberian air kepada tanaman dapat
dibedakan beberapa macam, yaitu :
ü Cara siraman, yaitu dilakukan dengan mengambil air dari
sumbernya dengan menggunaka suatu wadah kemudian disiramkan pada tanaman satu
persatu secukupnya.
ü Cara genangan atau leb, yaitu dilakukan dengan
mengalirkan air dari sumbernya mendekati lahan pertanian, kemudian dialirkan
sepanjang permukaan tanah yang ditanam selama waktu tertentu.
ü Cara ebor, yaitu dilakukan dengan cara mengalirkan air
dari sumbernya mendekati lahan pertanian dalam suatu parit yang arahnya tegak
lurus terhadap arah barisan tanaman kemudian dengan ember dilontarkan sepanjang
barisan tanaman.
ü Cara irigasi curah, yaitu dilakukan dengan mengalirkan
air melalui pipa tertutup dengan tekanan ke lahan pertanian, kemudian melalui
pipa-pipa tegak air dicurahkan seperti hujan selama waktu tertentu.
Berdasarkan lahan yang digunakan untuk
kegiatan pertanian, sistem irigasi dibagi menjadi dua, yaitu :
1.
Sistem Irigasi
Lahan Kering
Yang dimaksud
dengan sistem bertanam irigasi lahan kering adalah sistem bertanam irigasi di
mana tidak sampai terjadi genangan air selama pertumbuhan tanaman. Sistem ini
sering dipakai di daerah yang bergelombang dan berlereng. Tanaman yang sering
ditanam pada daerah ini bermacam-macam mulai dari tanaman semusim seperti
jagung , ubi kayu , sayuran dan lain-lain sampai tanaman tahunan seperti karet,
kelapa, kelapa sawit dan sebagainya.
Penyediaan air
untuk kepentingan pertumbuhan tanaman dilakukan dengan berbagai cara, namun
akhir-akhir ini seiring dengan berkembangnya alat dan mesin pertanian, petani
lebih memilih menggunakan pompa-pompa air bertenaga mesin untuk menyiram
tanaman dari pada menggunakan cara tradisional. Apalagi dengan luas daerah
pertanian sekarang tidak memungkinkan cara menyiran tradisional itu dilakukan.
2.
Sistem Padi
Sawah (Siatem Irigasi Lahan Basah)
Sistem padi
sawah merupakan suatu sistem bertanam dimana lahan yang digunakan pernah
mengalami kondisi tergenang. Lama periode tergenang tergantung pada
ketersediaan air dan pola tanam yang dilakukan. Biasanya hanya 2-3 bulan namun
bisa juga sepanjang tahun. Suplai air dapat berasal dari air hujan semata atau
menggunakan sistem irigasi yang diatur oleh manusia.
Disebut sawah
tadah hujan apabila air yang didapat berasal hanya dari air hujan dan disebut
sawah irigasi apabila sistem irigasi berjalan baik untuk mensuplai kebutuhan
air bagi lahan pertanian tersebut. Dilihat dari segi pelestarian kesuburan
tanah, sistem ini dianggap sistem yang paling baik. Cara penggenangan pada
permukaan tanah berarti membuat lahan harus dibuat datar atau dibuat
teras-teras pada lahan lereng atau bergelombang yang berarti erosi dapat ditekan
sekecil mungkin.
Pada sistem
padi sawah, memungkinkan lahan ditumbuhi tanaman sepanjang tahun, dan ini
berarti suplai bahan organik terhadap tanah cukup tersedia. Selain itu dengan
kondisi tergenang memungkinkan tumbuhnya organisme tingkat rendah seperti
lumut, ganggang, bakteri dan sebagainya yang mempunyai peranan yang besar
terhadap kesuburan tanah karena menyumbangkan bahan organik yang besar.
Sistem tanam
padi sawah dapat dibagi menjadi 3 macam :
1)
Padi air
dangkal
Padi air dangkal biasanya memiliki
kedalaman kurang dari 1 meter. Sebagian besar berupa sawah tadah hujan dan
sawah irigasi di dataran rendah. Karena kondisi iklim dan irigasi yang sangat
beragam disetiap daerah menyebabkan pola tanam yang ada juga bervariasi.
Misalkan pada daerah yang curah hujannya terbatas hanya bisa melakukan
penanaman padi satu kali setahun atau mungkin dua kali apabila adanya irigasi
yang lancar.
2)
Padi air
dangkal dan tanaman-tanaman lahan kering
Biasanya
dilakukan oleh petani yang tinggal pada daerah yang curah hujannya sangat
terbatas. Misalkan dalam satu tahun mereka hanya bisa menanam padi satu kali,
setelah itu lahan sawah yang mereka kelola akan kering karena kurangnya
ketersediaan air. Pada saat lahan sawah menjadi kering petani memanfaatkannya untuk
menanam tanaman lahan kering seperti jagung dan kacang tanah. Sehingga tanah
tidak mengalami masa bera atau masa pengangguran untuk ditanam. Pada kondisi
lahan yang seperti ini biasanya terjadi sistem pertanian bergilir. Sistem ini
sangat bagus untuk pengembalian kesuburan tanah.
3)
Padi air dalam
Padi air dalam
ini memiliki kedalam lebih dari 1 meter berlangsung lebih dari satu bulan
selama pertumbuhan tanaman dan oleh karena kedalaman air mengalami turun naik
dan berlangsung dalam waktu yang cepat, maka pada kondisi ini dibutuhkan jenis
tanaman padi tertentu. Panen biasanya dilakuakan denagn menggunakan perahu dan
justru dilakukan pada keadaan air yang banyak, tujuannya adalah untuk
memudahkan mendayung perahu.
Sistem padi air
dalam ini biasanya banyak dijumpai pada daerah deta sungai-sungai besar. Salah
satu alternatif pengembangan sistem padi air dalam adalah pemanfaatan lahan
rawa. Di indonesia lahan rawa memiliki potensi untuk dikembangkan, mengingat
banyaknya jumlah lahan rawa yang tersebar di kepulauan yang ada di Indonesia.
Sehingga dengan memenfaatkan lahan rawa tersebut terjadi pengurangan penebangan
hutan di daerah perbukitan untuk lahan pertanian.
v Sistem Tanam campuran Tanaman Semusim dan Tahunan
Indonesia
mempunyai lahan pertanian yang cukup luas, namun kepemilikan oleh petani masih
relatif sempit. Petani umumnya hanya terfokus pada tanaman pangan meskipun
tanaman tahunan juga di usahakan, sehingga terbentuk suatu sistem tanaman
campuran antara tanaman pangan yang berumur pendek dengan tanaman buah-buahan
atau tanaman industri lainnya sebagai tanaman tahunan.
Sistem tanaman
campuran antara tanaman semusim dan tanaman tahunan dapat dibagi menjadi 3
macam, yaitu :
Ð Sistem tanam campuran antara tanaman semusim dengan tanaman herba tahunan
atau semi tahunan seperti pisang.
Ð Kebun campuran (mixed garden), yaitu sistem penanaman di pekarangan
yang sangat beragam, baik pola tanam maupun jenis tanamannya.
Ð Sistem tanaman campuran antara tanaman semusin dengan tanaman pohon tahunan
seperti kopi, karet, kelapa dan sebagainya.
Melihat kondisi tanah yang ada di
indonesia, pada umunya pertanian di Indonesia terletak pada daerah pegunungan
yang mempunyai lereng-lereng yang dalam. Melihat keadaan seperti ini sangat
baik digunakan pola usaha tani Kontur. Sistem usaha tani kontur yang disebut Sloping
Agricultural Land Technology (SALT) , ini merupakan suatu cara yang
dilakukan untuk mengubah suatu petak lahan di lereng menjadi lahan dataran
tinggi yang produktif. Hal ini memungkinkan petani menstabilkan dan memperkaya
tanah, mempertahankan kelembapan tanah, mengurangi hama dan penyakit tanaman
serta mengurangi kebutuhan input yang mahal seperti penggunaan pupuk kimia.
Penanaman tanaman dengan usahatani
kontur ini menjadikan sisi bukit yang sering mengalami erosi menjadi lanskap
bertingkat dan hijau. Yang paling penting adalah penerapan sistrm ini dapat
meningkatkan pendapatan petani di daerah sekitar lereng pegunungan.
SALT dirancang untuk keluarga petani
kecil yang ingin meningkatkan pendapatan tanaman musiman maupun tanaman
tahunan. SALT mencakup beberapa langkah, yaitu :
a.
Menempatkan
garis-garis kontur dan mengolah tanah sepanjang garis kontur dengan jarak 4-6
meter pada bukit yang terjal dan jarak 7-10 meter pada daerah yang lereng.
b.
Menanam tanaman
pengikat nitrogen sebagai lajur tanaman pagar ganda dalan dua alur dengan jarak
50 cm sepanjang tiap garis kontur.
c.
Mengolah dan
menanam tanaman tahunan misalnya kopi, jeruk, mangga dan lain-lain pada setiap
baris ketiga atau keempat.
d.
Mengolah baris
tambahan antar jalur tanaman pagar sebelum tumbuh secara penuh.
e.
Menanam tanaman
musiman misalnya jagung diantara baris tanaman tahuanan sebagai sumber bahan
pangan dan pendapatan.
f.
Memangkas
tanaman pagar hingga tinggi 1 meter di atas tanah dan memanfaatkan hasil
pemangkasan untuk bahan organik.
g.
Melakukan
perputaran atau pergiliran tanaman secara permanen untuk mempertahankan
produktivitas, kesuburan dan formasi tanah.
h.
Membangun
sengkedan dengan cara menumpuk pohon, dedaunan dan batuan pada bagian bawah
tanaman pagar untuk menahan dan memperkaya tanah.
III. PENUTUP
3.1.Kesimpulan
Pertanian dapat
berkembang tergantung pada perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di
bidang pertanian. Pertanian di Indonesia telah mengalami perkembangan yang
cukup nyata yaitu dimulai dari pemburu dan pengumpul, pertanian primitif,
pertanian tradisional, pertanian modern dan sekarang menuju pada pertanian
berkelanjutan yang ramah lingkungan.
Sistem bertanam
pada daerah tropika berbeda dengan daerah yang memiliki iklim sedang dan
dingin. Pada daerah tropika ada lima bentuk sistem bertanam yang sering
digunakan yaitu sistem perladangan berpindah, sistem tadah hujan semi intensif,
sistem tadah hujan intensif, sistem irigasi, sistem campuran tanaman semusim
dan sistem campuran tanaman tahunan. Tujuan dari penerapan sistem bertanam pada
daerah tropika ini adalah untuk meningkatkan hasil produk pertanian dengan
biaya produksi yang rendah dan tetap dapat menjaga kesuburan tanah dan
melistarikan lingkungan.
3.2.Saran
Indonesia
sebagai salah satu negara yang beriklim tropis mempunyai kesempatan untuk
mengembangkan pertanian jauh lebih bagus dibandingkan dengan daerah subtropis
dan lainnya. Hal ini didukung dengan faktor iklim yang bagus, curah hujan cukup
dan penyiran matahari yang memadai. Oleh sebab itu, kita perlu meningkatkan
kualitas sumberdaya manusia sehigga dapat mengelola sumber daya alam yang
melimpah di negara kita ini, dengan harapan kita mampu meningkatkan perekonomian
masyarakat dengan perkembangan pertanian.
IV. DAFTAR PUSTAKA
Soetriono,
Suwandari dan Rijanto. 2006. Pengantar Ilmu Pertanian. Bayu Media Publishing,
Malang.
Soverda, Nerty.
Dkk (Tim Penulis Dasar-dasar Agronomi). 2010. Diktat Dasar-dasar Agronomi.
UNJA, Jambi.
Sukoco, Y.
2006. Pertanian Masa Depan (terjemahan). Kasinus, Yogyakarta.
0 komentar